Posted by: lizenhs | April 26, 2013

SIAPA DIBELAKANG “GREAT WALL of KOTO GADANG” (GWoKG)

SIAPA DIBELAKANG “GREAT WALL of KOTO GADANG” (GWoKG)

Oleh: Halizen Hoesin

Riwayat Janjang

Menurut Qamaruzzaman Datuak Magek Labieh “Janjang” (dari Kotokaciak ke dasar ngarai disebut juga “Janjang Seribu”) telah ada sekitar awal tahun 1900-an, karena tahun 1930-an ada foto Orang Tua Ruz Qamaruzzaman Datuak Magek Labieh  di jembatan gantung menuju ke sekolah MULO Fort de Kock (SMP 2 Ateh Ngarai).  Pada Foto terlihat jembatan terbuat dari batuang dan masih baru, jambatan itu rendah, amak Ambo mengatakan: “Kok jatuah (anyuik) payuang taleso juo turun ka batang aia tu mangajai. Itu taro baliau pai sakola ka MULO Fort de Kock” [Kalau jatuh (hanyut) payung bisa juga turun ke batang air itu mengejarnya. Itu sedang/waktu beliau pergi sekolah ke MULO Fort de Kock].

Menurut seorang sesepuh di Koto Gadang Agam Saiful (82): “Tidak jelas kapan Janjang Saribu Koto Gadang dibangun”. Namun beliau mengatakan:  “Janjang Saribu ini telah ada semenjak dirinya lahir 82 tahun yang lalu. Di Zaman dulu warga sekitar juga tidak pernah menghitung jumlah anak tangga ketika dibangun”.

Lebih lanjut Saiful menceritakan: “Dari cerita-cerita orang tua zaman dulu, Janjang Saribu ini telah dibangun zaman penjajahan Belanda. Pada masa itu, janjang bernama  Janjang Batuang (Tangga Bambu), karena janjang dari tanah garam ditopang oleh bambu yang disusun secara rapi”“Dulu warga sini banyak yang bekerja sebagai pengangkut pasir, yang diambil dari batang Sianok. Kalau lewat jalan utama sangat jauh, makanya dibangun janjang menyusuri tebing Ngarai sebagai jalan pintas,” jelas Saiful.

Menurut Hanif  Hoesin Datuak Panduko Nan Gadang, dia mendapat informasi dari seseorang yang hadir pada peresmian, bahwa: “Janjang dibuat tahun 1814 secara gotong royong.

Dengan demikian Janjang Batuang (Seribu) sudah berumur ratusan tahun. Janjang seribu tak hanya dilintasi oleh pekerja pasir, tapi juga oleh warga Koto Gadang, Koto Tuo dan sekitarnya sebagai jalan pintas untuk berbelanja, menjual hasil pertanian dan kerajinan ke Pasa Ateh dan Bawah Bukittinggi. Janjang juga digunakan warga mengambil air bersih di Batang Sianok didasar Ngarai.

Great Wall of  Koto Gadang (GWoKG).

Berikut, sekilas riwayat Pembangunan dan Rehabilitasi Kawasan Ngarai Sianok, Jalan, Jembatan dan Janjang Koto Gadang.  Janjang yang direnovasi itu kemudian dinamai Great Wall of  Koto Gadang (GWoKG).

LATAR BELAKANG

Great Wall of Koto Gadang dibangun dengan latarbelakang sebagai perbaikan janjang Koto Gadang dengan konstruksi mirip dengan Tembok Cina.  Janjang ini memudahkan pejalan kaki dari jalan raya Ateh Ngarai (Bukittinggi) – Bantolaweh – Ngarai – Koto Gadang.  Di Ujung jalan dibangun Monumen Pahlawan H. Agoes Salim dan Surau Ketek (Mushalla).  Tanpa jalan ini, Koto Gadang agak terisolasi, karena harus melewati jalan berputar.  Keadaan ini menyebabkan turis domestik maupun mancanegara segan mampir.  Akibat lain ialah kurang berkembang perekonomian masyarakat.  Sektor perekonomian masyarakat Koto Gadang bertumpu pada berbagai hasil kerajinan khas daerah seperti: kerajinan (Silver work), Tenunan Amai Setia dan Gulai Itiak.  Selain berfungsi sebagai daya tarik wisatawan dan track olah raga, GwoKG akan difungsikan untuk mengenang Pahlawan  H. Agoes Salim.  Sebagai gambaran lebih umum bahwa di Bukittinggi dan Ngarai Sianok (Kab. Agam), selain janjang “batuang (seribu)” terdapat banyak janjang-janjang lain, untuk lebih jelas Baca juga: Kiktinggi Kota Wisata Janjang  https://lizenhs.wordpress.com/2011/10/28/kiktinggi-kota-wisata-janjang/

TEMA KEGIATAN

“Pembangunan Graet Wall of Koto Gadang (GwoKG)”.

TUJUAN KEGIATAN

Tujuan kegiatan antara lain:  (1) Membangun kembali Jalan akses antara Ateh Ngarai atau Panorama ke Kotogadang.  (2)  Mengenang Jasa-jasa Pahlawan H. Agoes Salim dengan mendirikan Monumen pahlawan  H. Agoes Salim. (3) Mempromosikan kawasan Setempat menjadi satu dari beberapa daerah tujuan wisata nasional dan internasional. (4) Melestarikan berbagai ragam warisan budaya dan sejarah alam setempat. (5) Menghidupkan kembali perekonomian, khususnya untuk penjual berbagai hasil kerajinan khas setempat.  (6) Memajukan mutu pendidikan bagi warga setempat.

TARGET PENCAPAIAN

Target Pencapaian Pembangunan GWoKG, adalah terbentuk trail pejalan kaki dari Ateh Ngarai-Ngarai-Koto Gadang.  Sepanjang trail dilengkapi dengan fasilitas (Lokasi istirahat, Mushalla, Pujasera dan toko Souvenir).

Untuk mencapai target disusunlah jadwal pelaksanaan kegiatan sebagai berikut:

Waktu pelasanaan kegiatan dengan agenda sebagai berikut:

1).  Pembentukan Panitia: Oktober thn 2011;  2). Pendekatan Tokoh: akhir Oktober spi November 2011;  3). Studi kelayakan: November 2011;  4). Gambar Konstruksi: November 2011 spi Maret 2012;  5). Opini: November 2011 spi  April 2012;  6). Pengumpulan Dana: November  2011 spi Desember 2012;  7). Pelaksanaan: Desember 2011 spi Desember 2012.

Sumber Dana:  Dana berasal dari bantuan Perantau Minang dan masyarakat,  ditransfer ke Bank, atas nama Bendahara.

Penasehat: Tifatul Sembiring Datuak Tumangguang (Ketua Dewan Penasehat), Gubernur Sumatera Barat, Bupati Agam, Walikota Bukittinggi, H Irman Gusman, Emil salim, Abdul Latif.

Panitia: Ketua, Aizirman Djusan; Wakil Ketua,  Zainal hasibuan, Dedi Zam-zam.  Sekretaris: Hanif  Hoesin Datuak Panduko Nan Gadang;  Bendahara: Venny Zano.  Anggota: H. Rusdi NF, Ihsan Baidirus, Prof  Elfindri, Farhan.

Itulah susunan panitian dan gambaran sekilas rancangan kegiatan Pembangunan Geat Wall og Koto Gadang

PERESMIAN

1). Susunan Acara Peresmian:

Sabtu, 26 januari 2013. 

Pukul (19.00 – 19.45) Jamuan makan malam oleh Bupati Agam. Tempat; Pekarangan Masjid Koto Gadang Nurul Iman, hiburan; Nashed.  Pukul 19.45 – 20.00; Shalat Isya.  Pukul 20.00 – 20.30, Laporan, sambutan-sambutan dan Do’a. 20.30 -22.30 Randai.

Minggu, 27 Januari  2013.

Pukul 07.00  Pendaftaran peserta; 07.00 – : Jalan pagi; 8.30 – 09.00: Sarapan pagi (katan jo goreng);  09.00 – 09.30: Sambutan-sambutan;  09.30 – 11.00:  Pengundian door price dan pembagian hadiah.

PANITIA PERESMIAN

RSVP Gumala dan Ruz Qamaruzzaman

2)Pelaksanaan Peresmian

Tempat: Koto Gadang (Kab. Agam) dan Bukitinggi, acara dua hari, Sabtu dan Minggu

Sabtu, 26 januari 2013.

Acara seharusnya dilaksanakan di panggung halaman Masjid Nurul Iman, namun karena hujan deras, dipindah kedalam masjid.  Hal ini membuat lebih khitmat kata seorang panitia.  “Ide awal dari Jenjang Koto Gadang dari Pak Azwar Anas (Mantan Gubernur dan Menkokesra,-red), saya hanya meneruskannya.” :kata Tifatul Sembiring Datuak Tumangguang di Masjid Nurul Iman Koto Gadang.

Pada acara tersebut Irwan Prayitno Gub. Sumbar, menyampaikan apr­e­siasi yang tinggi kepada Menkominfo Ir. H. Tifatul Sembiring Datuak Tumangguang (kelahiran Bukittinggi thn1961, Ibu suku Koto – Agam, Sumatera Barat dan ayah suku Karo – Sumatera Utara) yang memprakarsai pembangunan bangunan yang sangat berharga ini.  Penghargaan juga disampaikan kepada Ir. Azwar Anas mantan Gubernur sumbar sebagai pemberi ide bangunan ini. “Dengan demikian akan tercipta multiply effect dimana akan terjadi peningkatan kunjungan wisata dan berdampak kepada peningkatan ekonomi masyarakat” :kata Tifatul Sembiring.

Satu dari beberapa efek janjang ini adalah peningkatan ekonomi masyarakat dan pengembangan wisata. Orang kalau ke Bukittingi pasti kenal dengan Jam Gadang, Ngarai Sianok, Lubang Jepang dan lain-lain. Tapi orang belum tahu dengan Janjang Kota Gadang yang banyak kenangan sejarahnya. Hal ini di sampaikan Tifatul saat meresmikan dan penandatanganan prasasti Janjang Kota Gadang, Kabupaten Agam di Mesjid Nurul Iman Kota Gadang.  Lebih lanjut, Tifatul mengatakan: “Pembangunan Janjang Kota Gadang ini akan terus kita lakukan ke Singgalang, Koto Tuo dan Balingka sehingga mempunyai Sejarah tersendiri.

“Luar biasa pak Tifatul, selaku inisiator telah mampu mengusik kembali nostalgia, sekaligus dapat menggungah serta mengundang semua kalangan alumni seluruh tingkatan sekolah pada acara persemian itu, karena bisa membangkitkan kembali jiwa nostalgia bagi para pengguna janjang tempo dulu” : kata Indra Catri Bupati Agam.

“Dengan dibangunnya janjang Kota gadang, ini menambah destinasi wisata bagi Kabupaten Agam dan Kota Bukittingi yang perlu dijaga dan dipelihara dengan baik” : kata Irwan Prayitno. “Jumlah anak tangga sebanyak 311 buah.” Berdasarkan hitungan seorang  pengujung kata Hanif Hoesin Datuak Panduko Nan Gadang. Angka 311 ini tentu perlu hitung ulang yang lebih cermat.

Dari mana asal muasal nama janjang “Great Wall of  Koto Gadang (GWoKG), Hanif  Hoesin Datuak Panduko Nan Gadang dan Ruz Qamaruzzaman Datuak Magek Labieh, mengatakan adalah  usul Tifatul Sembiring Datuak Tumangguang, mengingatkan pada Greatwall of China.

Hadir pada acara peresmian diantaranya: Sesepuh Minang Azwar Anas (mantan Gubernur Sumbar dan Menhub), Mutia Hatta (anggota Dewan Per­timbangan Presiden dan man­tan Menteri Urusan Pera­nan Wanita), Ketua DPD RI Irman Gusman berserta anggota DPD asal pemilihan Sumatera Barat, Anggota DPR RI Refrizal, Alirman Sori, Gubernur Sumatera Barat; Irwan Prayitno, Dirjen Pariwisatá dan Ekonomi Kreatif;  Edi Waluyo, Wakil Ketua DPRD Sumbar; Leonardy Harmainy, Tas­lim anggota/wakil DPRD Sum­bar, Boy Rafli Amar (Brigjen) Humas Polri, Bupati Agam, Wali Kota Bukittinggi, beberapa Bupati/Wako,  perantau Kota Gadang dan banyak lagi tokoh lainnya.

Seperti diketahui, Janjang Koto Gadang pernah dibangun, namun pasca gempa tahun 2009, bangunan tersebut ambruk dan tidak bisa dilalui lagi. “Saya ingin bangun kembali tapi tidak pakai APBN maupun APBD, harus terbesut dari rakyat sendiri lewat kepedulian untuk menguatkan rasa memiliki terhadap janjang ini,” :kata Tifatul Sembiring. Dengan demikian pembangunan Janjang Koto Gadang terwujud dan dilaksanakan oleh Tifatul Sembiring, bersama kekuatan Rantau dan Ranah.

Leonardy Har­mainy selaku ninik mamak Nagari Koto Gadang mengatakan: Nagari Koto Gadang tidak terlalu luas. Di Nagari ini banyak melahirkan tokoh-tokoh sejarah. Sebut saja, Agus Salim, Syekh Khatib Al-Minang Kabawi. Ia berharap jejang Koto Gadang dapat menjadi ikon baru masyarakat Minang.

Minggu, 27 januari 2013.

Acara jalan pagi dari Bantolaweh (Bukittinggi) ke Koto Gadang melewati The great Wall of Koto Gadang (GwoKG), dimulai pukul 07.00 WIB. Direncanakan peserta 10 000 orang,  ternyata hadir sekitar 15 000 peserta.  Sehingga sebagian peserta dialihkan melewati Lambah, sungguh menakjubkan dan menggembirakan. Acara diramaikan pula dengan Terbang Dua Paramotor Biyang (Bukittingi Paralayang).

Hadiah door price yang disediakan adalah:  1). 3, Umrah, 2). 3 Sepeda Motor Honda, 3). 10 Sepeda Gunung, 4). 10, Blackberry dan 5). 20, Hp

Secara spontan hadiah Umrah ditambah 2 lagi yaitu oleh Irman Gusman dan Tifatul Sembiring.  Tifatul Sembiring Datuak Tumangguang menghadiahkan secara chusus untuk mantan Guru Tifatul di SMP 4 Bpk Hasnam. Acara selesai Pkl 15.00.

Penutup
Undangan. Bila anda ke Ranah Minang mampir ya ke Ngarai Sianok Bukittinggi dan tapakkan kaki anda di janjang Koto Gadang, yaitu dengan berjalan santai bersama keluarga, sanak saudara dan teman-teman, sambil melihat keindahan panorama dan keagungan Tuhan. Ingat ya para pengunjung/pelacong/wisatawan, jangan buang sarok (sampah) sembarangan, jangan melakukan perusakan (mencoret-coret dinding janjang), jaga kebersihan dan keindahan janjang dan jalan menuju janjang.

Baca Juga:

Tarusankamang: Wisata Alam dan Ilmiah, Lindungi Biota air dan Ekologi Danau.https://lizenhs.wordpress.com/2014/03/15/tarusankamang-wisata-alam-dan-ilmiah-lindungi-biota-air-dan-ekologi-danau/
Pesan pak Sjaiful Jasan di tahun 73.  https://lizenhs.wordpress.com/2010/04/16/pesan-pak-sjaiful-jazan-di-tahun-73/
Suasana dan Semangat Belajar di Tahun Bagolak Kasus di Bukittinggi.  https://lizenhs.wordpress.com/2010/10/31/suasana-dan-semangat-belajar-di-tahuh-bagolak-kasus-di-bukitinggi/
Kiktinggi Kota Wisata Sejarah, https://lizenhs.wordpress.com/2008/11/22/kiktinggi-kota-wisata-sejarah/

Sumber Bahan Tulisan 
Hanif  Hoesin Datuak Panduko Nan Gadang, Qamaruzzaman Datuak Magek Labieh dan Bebarapa media elektronik.

Komentar pembaca tentang  SIAPA DIBELAKANG “GREAT WALL of KOTO GADANG” (GWoKG)

Dian Kelana
diankelana.web.id
diankelana2@yahoo.co.id
103.3.223.34
Submitted on 2013/04/29 at 5:45 pm
Sebagai warga Minang yang berada di Perantauan, tentu kami ikut bangga dengan adanya janjang ini. Namun satu hal yang kami sedikit khawatirkan adalah pemeliharaan dan pengawasan janjang ini. Sebagai objek wisata tentu kita mengharapkan banyak pengunjung yang berdatangan kesini. Namu kelemahan kita adalah disipln pengunjung yang kurang bisa memelihara kebersihan dengan membuang sampah seenaknya, sehingga akhirnya justru merusak pemandangan yang seharusnya terpelihara indah.
Satu lagi adalah, sebagaimana layaknya orang Minang yang pintar menyiasati dan memanfaatkan situasi ramainya pengunjung dengan menggelar lapak atau lapau untuk berdagang. apakah itu cindera mata atau makanan khas Minang yang sudah terkenal ke mancanegara.
Bagaimana pemerintah bisa menata dan menjaga agar objek wisata ini tidak sembrawut oleh pedagang dadakan yamg sering ikut merusak pemandangan di sekitar lokasi tujuan wisata.
Pemda juga harus memahami bahwa para wisatawan yang berkunjung mungkin membutuhkan jajanan untuk mereka nikmati sepanjang lokasi. Tapi hendaknya Pemda menata para pedagang ini agar berada pada suatu tempat yang sudah di tata sedemikian rupa. Sehingga menguntungkan semua pihak, tapi juga tidak merusak keindahan daerah tujuan wisata itu sendiri.

Ikhsan
rbhalaltourism.blogspot.com
ikhsan.rb@gmail.com
36.76.57.145
Submitted on 2014/02/17 at 1:26 pm
Sedih melihat kondisi GWKG sekarang, banyak coret coretan oleh tngan2 jahil. Merusak keindahan, seharusnya pemerintah mengawasi vandalisme tersebut.

Hanif Hoesin
panduko.hanif@gmail.com
202.89.116.214
Submitted on 2015/08/20 at 4:14 am
Untuk informasi kita semua bahwa pada hari Sabtu, 6 September 2014, The Greatwall Of Koto Gadang sudah diserahkan sebagai aset daerah oleh Masyarajat Rantau Peduli yang diwakili oleh Aizirman Djusan, kepada Ir. Indra Catri, MSP (Bupati Kabupaten Agam) dan Ismet Amziz SH (Walikota Bukittinggi). Mulai saat itu, pengelolaan secara keseluruhan berada di kedua pemerintahan tersebut, sesuai dengan batas administratif kedua wilayah.


Responses

  1. Sebagai warga Minang yang berada di Perantauan, tentu kami ikut bangga dengan adanya janjang ini. Namun satu hal yang kami sedikit khawatirkan adalah pemeliharaan dan pengawasan janjang ini. Sebagai objek wisata tentu kita mengharapkan banyak pengunjung yang berdatangan kesini. Namu kelemahan kita adalah disipln pengunjung yang kurang bisa memelihara kebersihan dengan membuang sampah seenaknya, sehingga akhirnya justru merusak pemandangan yang seharusnya terpelihara indah.

    Satu lagi adalah, sebagaimana layaknya orang Minang yang pintar menyiasati dan memanfaatkan situasi ramainya pengunjung dengan menggelar lapak atau lapau untuk berdagang. apakah itu cindera mata atau makanan khas Minang yang sudah terkenal ke mancanegara.
    Bagaimana pemerintah bisa menata dan menjaga agar objek wisata ini tidak sembrawut oleh pedagang dadakan yamg sering ikut merusak pemandangan di sekitar lokasi tujuan wisata.

    Pemda juga harus memahami bahwa para wisatawan yang berkunjung mungkin membutuhkan jajanan untuk mereka nikmati sepanjang lokasi. Tapi hendaknya Pemda menata para pedagang ini agar berada pada suatu tempat yang sudah di tata sedemikian rupa. Sehingga menguntungkan semua pihak, tapi juga tidak merusak keindahan daerah tujuan wisata itu sendiri.

    • Tarimo kasih atas kunjungan sanak ke blog Bukik Ranah Ilmu, mdh-2an bermanfaat. Mudah-mudahan harapan anda didengar atau dibaca oleh Pemkot Bukittingi dan Pemkab Agam.

  2. Sedih melihat kondisi GWKG sekarang, banyak coret coretan oleh tngan2 jahil. Merusak keindahan, seharusnya pemerintah mengawasi vandalisme tersebut.

    • Terimakasih Infonya Ikhsan, mudah-mudahan pemda Agam dan Pemkot Bukitinggi menanggapi kesedihan anda

  3. Untuk informasi kita semua bahwa pada hari Sabtu, 6 September 2014, The Greatwall Of Koto Gadang sudah diserahkan sebagai aset daerah oleh Masyarajat Rantau Peduli yang diwakili oleh Aizirman Djusan, kepada Ir. Indra Catri, MSP (Bupati Kabupaten Agam) dan Ismet Amziz SH (Walikota Bukittinggi). Mulai saat itu, pengelolaan secara keseluruhan berada di kedua pemerintahan tersebut, sesuai dengan batas administratif kedua wilayah.

    • Terima kasih infonya Hanif, sangat bermanfaat


Leave a comment

Categories